Rabu, 23 April 2014

Tafsir Surat Ali Imron Ayat 102-104



TAFSIR AL-QUR’AN
SURAT ALI IMRAN AYAT 102-104




Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: M. Nurudin, M. Ag.



Berkas:Logo STAIN Kudus Jawa Tengah.jpg



Oleh:
Nama             : Riyanti Afidah
Kelas              : L / PAI
NIM               : 1310110429 



JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KUDUS
2013

PENDAHULUAN
Sebagai umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Qur’an. Karena dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syari’at Islam. Kita dapat memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syari’at Islam dengan cara menafsirkannya.
Oleh karena itu, penyusun akan menafsirkan salah satu ayat yang terdapat dalam surat Ali Imran, yaitu ayat 102-104. Dengan mempelajari Ilmu Tafsir semoga akan memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.

PEMBAHASAN
Surat Ali Imran Ayat 102-103
يٰأَيُّهَا الَّذينَ ءامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَموتُنَّ إِلّا وَأَنتُم مُسلِمونَ ﴿١٠٢﴾
وَاعتَصِموا بِحَبلِ اللَّهِ جَميعًا وَلا تَفَرَّقوا ۚ وَاذكُروا نِعمَتَ اللَّهِ عَلَيكُم إِذ كُنتُم أَعداءً فَأَلَّفَ بَينَ قُلوبِكُم فَأَصبَحتُم بِنِعمَتِهِ إِخوٰنًا وَكُنتُم عَلىٰ شَفا حُفرَةٍ مِنَ النّارِ فَأَنقَذَكُم مِنها ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُم ءايٰتِهِ لَعَلَّكُم تَهتَدونَ ﴿١٠٣﴾
Terjemahannya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Q.S Ali Imran:102)
 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(Q.S Ali Imran: 103)
Asbabun Nuzul
Faryabi dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu Abbas, katanya, "Di masa jahiliah, di antara suku-suku Aus dan Khazraj terdapat persengketaan. Sementara mereka sedang duduk-duduk, teringatlah mereka akan peristiwa yang mereka alami, hingga mereka pun jadi marah lalu sebagian bangkit mengejar lainnya dengan senjata. Maka turunlah ayat, 'Kenapa kamu menjadi kafir...,' serta dua buah ayat berikutnya." (Q.S. Ali Imran 101-103)[1]

Tafsir atau Kandungan Ayat
Dalam madrasah para nabi, untuk membina Muslimin yang merupakan para pelajar madrasah ini, terdapat kelas yang lebih tinggi. Untuk setiap kesempurnaan dan kebaikan, terdapat marhalah atau peringkat yang mana seorang mukmin harus berusaha untuk mencapai marhalah yang lebih tinggi. Ilmu pengetahuan merupakan anugerah Tuhan untuk umat manusia. Salah satu kesempurnaan yang diminta oleh Rasul "Rabbi Zidni ‘Ilman".
Keimanan dan takwa juga memiliki tahap dan peringkat, di mana Allah Swt dalam ayat ini menganjurkan agar muslimin mencapai derajat yang lebih tinggi. Tuhan berfirman yang kurang lebih artinya, dapatkan takwa yang patut dengan keimanan Tuhan, takwa yang menjauhkan kalian dari keburukan dan juga mendorong kalian untuk berbuat kebaikan.
Surat Ali Imran Ayat 103 menyeru Muslimin untuk bersatu di bahwa payung agama. Janganlah kalian lupa bahwa sebelum kalian beriman kepada Tuhan, kalian begitu terlibat persengketaan dan benci dan kalian telah berada di bibir jurang yang setiap detik kemungkinan kalian jatuh dan binasa ke dalam jurang kekotoran. Maka bersyukurlah kepada Allah yang telah mendekatkan hati-hati kalian dan sedemikian besar Dia menanamkan rasa kasih di antara kalian, sehingga kalian seperti saudara.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
a.       Husnul Khatimah dan mati membawa iman adalah tergantung takwa dan kesucian. Bagaimana nanti manusia mati  tergantung bagaimana mereka hidup.
b.      Kesatuan masyarakat berdasarkan bahasa, etnis dan kebangsaan tidak akan langgeng.  Persatuan yang hakiki adalah di bawah naungan iman kepada Tuhan yang selalu tegak dan abadi.
c.       Persatuan yang berdasarkan perjanjian internasional atau politik dan militer juga tidak akan kekal, persatuan yang sejati akan kekal di bawah kesatuan hati dan kasih sayang yang  juga berada di tangan Tuhan.
d.      Mengingat nikmat-nikmat Tuhan merupakan faktor kecintaan dan ketaatan kepada perintah-perintahNya, sebaliknya lalai terhadap nikmat-nikmat  ilahi menyebabkan terlepasnya nikmat-nikmat itu.[2]
Munasabah Surat Ali Imran Ayat 102-103
Munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran: “Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.”, Dengan ayat 102 surat Ali Imran: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”, adalah Munasabah antar ayat, yaitu Diathafkannya ayat yang satu kepada yang lain.
Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziraini). Ayat 102 surah Ali-Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama. Kedua ayat tersebut sangat erat hubungannya, yaitu bahwa untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta mati dalam keadaan muslim, maka seseorang harus berpegang teguh kepada agama Allah. Dengan berpegang teguh kepada agama Allah, maka ia tidak akan bercerai berai.[3]
Surat Ali Imran Ayat 104
وَلتَكُن مِنكُم أُمَّةٌ يَدعونَ إِلَى الخَيرِ وَيَأمُرونَ بِالمَعروفِ وَيَنهَونَ عَنِ المُنكَرِ ۚ وَأُولٰئِكَ هُمُ المُفلِحونَ ﴿١٠٤﴾
Terjemahannya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)
Asbabun Nuzul
Pada zaman jahiliyah sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban  dan kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara Aus dengan Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-masing,  saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah SAW yang mendengar perestiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan jahiliyah?. Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa. Maka turunlah surat Ali Imran ayat 104.[4]
Tafsir atau Kandungan Ayat
$rã÷èpRùQ$$Î/  segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Kata ( Nä3YÏiB ) minkum ada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian, sehingga dengan demikian, perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju pada setiap orang. Bagi yang memahami demikian, maka ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah; yang pertama kepada kepada seluruh umat islam agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan da’wah, sedang perintah kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan da’wah kepada kebajikan dan ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
Selanjutnya, ditemukan ayat diatas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah berda’wah. Pertama adalah kata (bqããôtƒ ) yakni mengajak, dan kedua adalah (brããBù'tƒu ) yakni memerintahkan. Sayyid Quthub dalam tafsirnya mengemukakaan bahwa penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah memiliki kekuasaan di bumi. “ajaran Ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat, petunjuk dan penjelasan. Ini adala salah satu sisi, sedang sisinya kedua adalah melaksanakn kekuasaan memerintah dan melarang, agar ma’ruf dapat wujud, dan kemungkaran dapat sirna”.
Nilai-nilai itu dapat bebeda antara satu tempat/waktu dengan tempa/waktu yang lain. Perbedaan, perubahan, dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai unifersal.
Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dengan kata Žösƒø:$# dan $rã÷èpRùQ$$. Al-Khair adalah nilai unifersal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan Sunah. Sedang al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat selama sejalan dengan al-Khair. Adapun al-Munkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
Paling tidak ada dua hal yang perlu di garis bawahi berkaitan dengan ayat diatas. Pertama, nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive dalam bentuk ajakan yang baik. Kedua, adalah al-Ma’ruf, yang merupakan kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga  al-Munkar seharusnya dicegah, baik yang memerintahkan dan mencegah itu pemilik kekuasaan maupun bukan.
Di sisi lain karena keduanya merupakan kesepakatan satu masyarakat, maka kesepakatan itu bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslin yang lain, bahkan antara satu waktu dan waktu lain dalam satu masyarakat tertentu. Dengan konsep “Ma’ruf” al-Qur-an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung perubahan nilai- nilai akibat perkembangan positif masyarakat.[5]
Hendaklah ada diantara kamu suatu golongan yang menyeru pada kebaikan ajaran islam dan menyeru pada yang ma’ruf dan yang melarang pada yang munkar. Merekalah yakni orang-orang yang menyeru dan melarang tadi (orang-orang yang beruntung) atau berbahagia. “min” disini untuk menunjukkan “sebagian” karna apa yang diperintahkan itu merupakan fardlu kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula layak bagi setiap orang, misalnya orang bodoh.[6]
Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum mu’minin seluruhnya. Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini. Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok tersebut mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya dengan kemampuan optimal. Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau penyimpangan dalam hal ini (amar ma’ruf nahi munkar), segera mereka mengembalikannya ke jalan yang benar. Kaum mukminin di masa permulaan islam berjalan pada system ini, yaitu melakukan pengawasan terhadap orang prang yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan umum.[7]
Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar:
1.      Mengetahui al-Qur’an as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin
2.      Mengetahui kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku atau budaya mereka.
3.      Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa Yahudi.
4.      Mengetahui agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat mengerti mana praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama[8]

KESIMPULAN
Pada Surat Ali Imran ayat 102 Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar mereka bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, tetap berada di atasnya dan istiqamah hingga akhir hayat.
Pada Surat Ali Imran ayat 103 Allah Ta'ala memerintahkan hambaNya melakukan hal yang membantu ketaqwaan, yaitu bersatu dan berpegang teguh dengan agama Allah, di samping itu perkataan kaum mukmin adalah sama sambil bersatu tidak berpecah belah.
Pada Surat Ali Imran ayat 104 merupakan petunjuk dari Allah kepada kaum mukmin, yakni hendaknya di antara mereka ada segolongan orang yang mau berdakwah dan mengajak manusia amar ma’ruf nahi munkar ke dalam agama-Nya.
Hubungan antara surat Ali Imran ayat 102-104 adalah bahwa untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta mati dalam keadaan muslim, maka seseorang harus berpegang teguh kepada agama Allah. Dengan berpegang teguh kepada agama Allah, maka ia tidak akan bercerai berai. Dan sebagai mukmin juga harus ber amar ma’ruf nahi munkar dalam usaha berpegang teguh pada agama Allah.

PENUTUP
Alhamdulillah Penyusun panjatkan syukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan tugas ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
            Penyusun mohon ma’af apabila ada kesalahan dalam penyusunan tugas ini, dan mohon kritik dan saran yang membangun. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Amin Ya Robbal ‘Alamin..


[1] http://tafsir-ali-imran.blogspot.com/2013/05/tafsir-surah-ali-imran-103.html, diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB
[3] http://cecengsalamudin.wordpress.com/2011/10/11/munasabah-dalam-al-quran/, diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB
[5] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000), 162-164.
[6] Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain jilid 1, (Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.
[7] Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:Toha Putra Semarang,1996), 34.
[8] Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.
DAFTAR PUSTAKA

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000), 162-164.
Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain jilid 1, (Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.
Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:Toha Putra Semarang,1996), 34.
Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar