TAFSIR AL-QUR’AN
SURAT ALI IMRAN AYAT 102-104
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu: M. Nurudin, M. Ag.
Oleh:
Nama :
Riyanti Afidah
Kelas :
L / PAI
NIM :
1310110429
JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KUDUS
2013
PENDAHULUAN
Sebagai umat Islam yang berpedoman pada
Al-Qur’an haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Qur’an. Karena
dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui
hukum-hukum dan juga syari’at Islam. Kita dapat memahami dan mengetahui
hukum-hukum dan juga syari’at Islam dengan cara menafsirkannya.
Oleh karena itu, penyusun akan menafsirkan
salah satu ayat yang terdapat dalam surat Ali Imran, yaitu ayat 102-104. Dengan
mempelajari Ilmu Tafsir semoga akan memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.
PEMBAHASAN
Surat
Ali Imran Ayat 102-103
يٰأَيُّهَا
الَّذينَ ءامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَموتُنَّ إِلّا وَأَنتُم
مُسلِمونَ ﴿١٠٢﴾
وَاعتَصِموا
بِحَبلِ اللَّهِ جَميعًا وَلا تَفَرَّقوا ۚ وَاذكُروا نِعمَتَ اللَّهِ عَلَيكُم
إِذ كُنتُم أَعداءً فَأَلَّفَ بَينَ قُلوبِكُم فَأَصبَحتُم بِنِعمَتِهِ إِخوٰنًا
وَكُنتُم عَلىٰ شَفا حُفرَةٍ مِنَ النّارِ فَأَنقَذَكُم مِنها ۗ كَذٰلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُم ءايٰتِهِ لَعَلَّكُم تَهتَدونَ ﴿١٠٣﴾
Terjemahannya:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar
taqwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.”
(Q.S Ali Imran:102)
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”(Q.S
Ali Imran: 103)
Asbabun Nuzul
Faryabi dan Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Ibnu
Abbas, katanya, "Di masa jahiliah, di antara suku-suku Aus dan Khazraj
terdapat persengketaan. Sementara mereka sedang duduk-duduk, teringatlah mereka
akan peristiwa yang mereka alami, hingga mereka pun jadi marah lalu sebagian
bangkit mengejar lainnya dengan senjata. Maka turunlah ayat, 'Kenapa kamu
menjadi kafir...,' serta dua buah ayat berikutnya." (Q.S. Ali Imran
101-103)[1]
Tafsir atau Kandungan Ayat
Dalam madrasah para nabi, untuk membina Muslimin
yang merupakan para pelajar madrasah ini, terdapat kelas yang lebih tinggi.
Untuk setiap kesempurnaan dan kebaikan, terdapat marhalah
atau peringkat yang mana seorang mukmin harus berusaha untuk mencapai marhalah
yang lebih tinggi. Ilmu pengetahuan merupakan anugerah Tuhan untuk umat
manusia. Salah satu kesempurnaan yang diminta oleh Rasul "Rabbi Zidni
‘Ilman".
Keimanan dan takwa juga memiliki tahap dan
peringkat, di mana Allah Swt dalam ayat ini menganjurkan agar muslimin mencapai
derajat yang lebih tinggi. Tuhan berfirman yang kurang lebih artinya, dapatkan
takwa yang patut dengan keimanan Tuhan, takwa yang menjauhkan kalian dari
keburukan dan juga mendorong kalian untuk berbuat kebaikan.
Surat Ali Imran Ayat 103 menyeru Muslimin untuk
bersatu di bahwa payung agama. Janganlah kalian lupa bahwa sebelum kalian
beriman kepada Tuhan, kalian begitu terlibat persengketaan dan benci dan kalian
telah berada di bibir jurang yang setiap detik kemungkinan kalian jatuh dan
binasa ke dalam jurang kekotoran. Maka bersyukurlah kepada Allah yang telah
mendekatkan hati-hati kalian dan sedemikian besar Dia menanamkan rasa kasih di
antara kalian, sehingga kalian seperti saudara.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran
yang dapat dipetik:
a. Husnul
Khatimah dan mati membawa iman adalah tergantung takwa dan kesucian. Bagaimana
nanti manusia mati tergantung bagaimana mereka hidup.
b. Kesatuan
masyarakat berdasarkan bahasa, etnis dan kebangsaan tidak akan
langgeng. Persatuan yang hakiki adalah di bawah naungan iman kepada
Tuhan yang selalu tegak dan abadi.
c. Persatuan
yang berdasarkan perjanjian internasional atau politik dan militer juga tidak akan
kekal, persatuan yang sejati akan kekal di bawah kesatuan hati dan kasih sayang
yang juga berada di tangan Tuhan.
d. Mengingat
nikmat-nikmat Tuhan merupakan faktor kecintaan dan ketaatan kepada
perintah-perintahNya, sebaliknya lalai terhadap nikmat-nikmat ilahi
menyebabkan terlepasnya nikmat-nikmat itu.[2]
Munasabah Surat Ali Imran Ayat
102-103
Munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran: “Dan
berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian
bercerai-berai.”, Dengan ayat 102 surat Ali Imran: “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan
janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”,
adalah Munasabah antar ayat, yaitu
Diathafkannya ayat yang satu kepada yang lain.
Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk
menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziraini). Ayat 102 surah Ali-Imran menyuruh bertakwa dan ayat
103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang
sama. Kedua ayat tersebut sangat
erat hubungannya, yaitu bahwa untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa
serta mati dalam keadaan muslim, maka seseorang harus berpegang teguh kepada
agama Allah. Dengan berpegang teguh kepada agama Allah, maka ia tidak akan
bercerai berai.[3]
Surat
Ali Imran Ayat 104
وَلتَكُن مِنكُم أُمَّةٌ يَدعونَ إِلَى الخَيرِ وَيَأمُرونَ
بِالمَعروفِ وَيَنهَونَ عَنِ المُنكَرِ ۚ وَأُولٰئِكَ هُمُ المُفلِحونَ ﴿١٠٤﴾
Terjemahannya:
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali
Imran: 104)
Asbabun
Nuzul
Pada zaman jahiliyah
sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj yang selalu bermusuhan
turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut berakhir setelah
Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada akhirnya Suku Aus;
yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara damai dan penuh
keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku Aus dengan
Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan
kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku
Aus dan Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara
Aus dengan Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya
masing-masing, saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung
Rasulullah SAW yang mendengar perestiwa tersebut segera datang dan menasehati
mereka: Apakah kalian termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah
mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian
semua yang berkaitan dengan jahiliyah?. Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka
sadar, menangis dan saling berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah
seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa. Maka turunlah surat Ali Imran ayat
104.[4]
Tafsir
atau Kandungan Ayat
$rã÷èpRùQ$$Î/ segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada
Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari
pada-Nya.
Kata ( Nä3YÏiB ) minkum ada
ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian, sehingga
dengan demikian, perintah berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak tertuju
pada setiap orang. Bagi yang memahami demikian, maka ayat ini buat mereka
mengandung dua macam perintah; yang pertama kepada kepada seluruh umat islam
agar membentuk dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan
da’wah, sedang perintah kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk
melaksanakan da’wah kepada kebajikan dan ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
Selanjutnya, ditemukan
ayat diatas menggunakan dua kata yang berbeda dalam rangka perintah berda’wah.
Pertama adalah kata (bqããôt
)
yakni mengajak, dan kedua adalah (brããBù'tu
)
yakni memerintahkan. Sayyid Quthub dalam tafsirnya mengemukakaan bahwa
penggunaan dua kata yang berbeda itu menunjukan keharusan adanya dua kelompok
dalam masyarakat islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak dan kelompok
kedua yang bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini tentulah
memiliki kekuasaan di bumi. “ajaran Ilahi di bumi ini bukan sekedar nasehat,
petunjuk dan penjelasan. Ini adala salah satu sisi, sedang sisinya kedua adalah
melaksanakn kekuasaan memerintah dan melarang, agar ma’ruf dapat wujud, dan kemungkaran
dapat sirna”.
Nilai-nilai itu dapat
bebeda antara satu tempat/waktu dengan tempa/waktu yang lain. Perbedaan,
perubahan, dan perkembangan nilai itu dapat diterima oleh Islam selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai unifersal.
Al-Qur’an mengisyaratkan
kedua nilai di atas dalam firman-Nya dengan kata ösø:$# dan $rã÷èpRùQ$$.
Al-Khair adalah nilai unifersal yang diajarkan oleh al-Qur’an dan Sunah. Sedang
al-Ma’ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu masyarakat
selama sejalan dengan al-Khair. Adapun al-Munkar adalah sesuatu yang dinilai
buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
Paling tidak ada dua
hal yang perlu di garis bawahi berkaitan dengan ayat diatas. Pertama,
nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi disampaikan secara persuasive
dalam bentuk ajakan yang baik. Kedua, adalah al-Ma’ruf, yang merupakan
kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya diperintahkan, demikian juga al-Munkar seharusnya dicegah, baik yang memerintahkan dan mencegah itu
pemilik kekuasaan maupun bukan.
Di sisi lain karena
keduanya merupakan kesepakatan satu masyarakat, maka kesepakatan itu bisa
berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslin yang lain,
bahkan antara satu waktu dan waktu lain dalam satu masyarakat tertentu. Dengan
konsep “Ma’ruf” al-Qur-an membuka pintu yang cukup lebar guna menampung
perubahan nilai- nilai akibat perkembangan positif masyarakat.[5]
Hendaklah ada diantara
kamu suatu golongan yang menyeru pada kebaikan ajaran islam dan menyeru pada
yang ma’ruf dan yang melarang pada yang munkar. Merekalah yakni orang-orang
yang menyeru dan melarang tadi (orang-orang yang beruntung) atau berbahagia.
“min” disini untuk menunjukkan “sebagian” karna apa yang diperintahkan itu
merupakan fardlu kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula
layak bagi setiap orang, misalnya orang bodoh.[6]
Orang yang diajak
bicara dalam ayat ini ialah kaum mu’minin seluruhnya. Mereka terkena taklif
agar memilih suatu golongan yang melaksanakan kewajiban ini. Realisasinya
adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok tersebut mempunyai dorongan dan
mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan mengawasi perkembangannya dengan
kemampuan optimal. Sehingga bila mereka melihat kekeliruan atau penyimpangan
dalam hal ini (amar ma’ruf nahi munkar), segera mereka mengembalikannya ke
jalan yang benar. Kaum mukminin di masa permulaan islam berjalan pada system ini,
yaitu melakukan pengawasan terhadap orang prang yang melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan umum.[7]
Syarat Amar Ma’ruf Nahi
Munkar:
1. Mengetahui
al-Qur’an as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin
2. Mengetahui
kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku atau budaya
mereka.
3. Mengetahui
bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah memerintah
para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa Yahudi.
4. Mengetahui
agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat mengerti mana
praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama[8]
KESIMPULAN
Pada Surat Ali Imran
ayat 102 Allah
memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar mereka bertakwa
kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, tetap berada di atasnya dan istiqamah
hingga akhir hayat.
Pada Surat Ali Imran
ayat 103 Allah
Ta'ala memerintahkan hambaNya melakukan hal yang membantu ketaqwaan, yaitu
bersatu dan berpegang teguh dengan agama Allah, di samping itu perkataan kaum
mukmin adalah sama sambil bersatu tidak berpecah belah.
Pada Surat Ali Imran
ayat 104 merupakan
petunjuk dari Allah kepada kaum mukmin, yakni hendaknya di antara mereka ada
segolongan orang yang mau berdakwah dan mengajak manusia amar ma’ruf nahi
munkar ke dalam agama-Nya.
Hubungan antara surat Ali Imran ayat 102-104 adalah bahwa
untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa serta mati dalam keadaan muslim,
maka seseorang harus berpegang teguh kepada agama Allah. Dengan berpegang teguh
kepada agama Allah, maka ia tidak akan bercerai berai. Dan sebagai mukmin juga
harus ber amar ma’ruf nahi munkar dalam usaha berpegang teguh pada agama Allah.
PENUTUP
Alhamdulillah Penyusun panjatkan syukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan tugas ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ulumul Qur’an.
Penyusun mohon ma’af apabila ada
kesalahan dalam penyusunan tugas ini, dan mohon kritik dan saran yang
membangun. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Amin
Ya Robbal ‘Alamin..
[1] http://tafsir-ali-imran.blogspot.com/2013/05/tafsir-surah-ali-imran-103.html,
diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB
[2] http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-ali-imran-ayat-100-105/pop_up,
diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB
[3] http://cecengsalamudin.wordpress.com/2011/10/11/munasabah-dalam-al-quran/,
diunduh di Kudus, tanggal 6 Desember 2013, pukul 15.00 WIB
[4]http://soranegino18.multiply.com/journal/item/40/Kajian_Ayat_Tugas_Tutorial_MKDU_PAI_Semester_1, Diunduh di kudus, tanggal 6
Desember 2013, pukul 15.00 WIB.
[5]
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000),
162-164.
[6]
Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir
Jalalain jilid 1, (Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.
[7]
Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:Toha Putra
Semarang,1996), 34.
[8]
Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An - Nuur,
(Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.
DAFTAR
PUSTAKA
M.Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Ciputat:Lentera Hati,2000), 162-164.
Jalaludin
Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain
jilid 1, (Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249.
Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir Al-Maraghy,
(Semarang:Toha Putra Semarang,1996), 34.
Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir
Al-Qur’anul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000),
658.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar