MANDI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih I (Ibadah)
Dosen Pengampu: Hasanain Haikal H.,
S.H, M.H
Oleh:
1.
Riyanti Afidah (1310110429)
2.
Imam Ahmad
Badawi (1310110441)
3.
Dian Fatmasari (1310110451)
JURUSAN
TARBIYAH PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KUDUS
2014
I.
PENDAHULUAN
Kebersihan adalah sebagian dari iman.Islam merupakan agama
yang bersih yang menghendaki setiap pengikutnya memiliki jasmani dan rohani
yang bersih untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Salah satu ibadah yang
wajib kita kerjakan sehari-hari adalah shalat. Shalat merupakan tiang agama dan
amal perbuatan yang akan dihisab pertama kali. Jika shalatnya sah, maka amalnya
pun diterima. Sedangkan jika shalatnya tidak sah, maka ditolaklah seluruh
amalannya. Salah satu syarat agar shalatnya sah adalah suci dari hadats, baik hadats
kecil maupun hadats besar. Apabila orang muslim berhadats besar, maka ia wajib
bersuci, yaitu dengan mandi. Selain tuntutan dari Allah, mandi juga berguna
bagi kesehatan kita.
Dengan demikian kita harus mengetahui tentang hal-hal yang
berkaitan dengan mandi, sehingga mandi yang dilakukan itu sah menurut ajaran
syari’at ibadah.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian mandi?
2. Apa saja sebab-sebab wajib mandi?
3. Apa saja syarat mandi?
4. Apa saja rukun mandi?
5. Apa saja sunnah-sunnah mandi?
6. Apa saja yang termasuk mandi sunnah?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Mandi
Menurut
lughat, mandi disebut al ghasl atau al ghusl berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan didalam istilah syara’ ialah mengalirnya air ke seluruh
tubuh disertai dengan niat.[1]
Dalam
kitab Fat-hul Qarib, pengertian mandi menurut bahasa ialah mengalirkan air atas
sesuatu perkara secara muthlaq.Sedangkan menurut pengertian syara’, mandi ialah
mengalirnya air ke seluruh tubuh dengan disertai niat yang sudah ditentukan.[2]
Disyari’atnya
mandi berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 6:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3Ï÷r&ur çm÷YÏiB 4 $tB ßÌã ª!$# @yèôfuÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 crãä3ô±n@ ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6)
2. Sebab-Sebab
Wajib Mandi
a. Bersetubuh
Ayat
surat Al Maidah tersebut di atas menunjukkan kewajiban orang yang junub untuk
mandi. As Sayyid Sabiq mengemukakan pendapat Imam Syafi’i bahwa, arti umum
janabat adalah bersetubuh sekalipun tidak mengeluarkan mani.[3]
Segala ketentuan hukum tentang persetubuhan
tetap berlaku walaupun zakarnya dimasukkan dalam keadaan terbalut, misalnya
dengan kondom.Selain mengenai wajibnya mandi juga berlaku pada batalnya puasa,
haji dan sebagainya.[4]
b. Keluar mani baik dalam keadaan sadar
atau karena mimpi.
Berdasarkan
hadits riwayat Al Bukhori dan Muslim dari Ummu Salamah. Berkata Ummu Salamah:
أن أم سليم قالت: يارسول الله إن الله
لايستحيى من الحق فهل على المرأة الغسل إذااحتلم؟ قال نعم؍ إذارأت الماء
Artinya: “Ummu Sulaim datang
menemui Rasulullah SAW dan berkata sesungguhnya Allah tidak malu terhadap
kebenaran. Apakah perempuan wajib mandi jika bermimpi? Rasulullah menjawab: Ya,
jika ia melihat air (mani).” (HR. Muttafaqun ‘alaih)[5]
Air mani dapat dikenali dengan:
a. Keluarnya
memancar beberapa kali,
b. Rasa
lezat ketika keluar dan hilang syahwat setelahnya,
c. Bau
adonan gandum, ketika masih basah.
d. Bau
putih telur setelah mani itu kering.
Apabila
seorang perempuan telah mandi, tetapi kemudian mani laki-laki yang bersetubuh
dengannya itu keluar kembali dari farajnya, ia tidak mesti mengulangi mandi.[6]
c. Meninggal dunia.
jika
ada orang islam meninggal kecuali mati syahid, maka orang islam yang masih
hidup wajib memandikannya.Kewajiban ini merupakan fardhu kifayah.
d. Haidl/menstruasi.
Dalil mengenai hal ini adalah:
1) Firman
Allah SWT:
tRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]r& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙÅsyJø9$# ( wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt ( #sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu
tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh:222)
2) Hadits:
إذاأقبلت
الحيضة فدعى الصلاة وإذا ادبرت فاغتسلى وصلى
Artinya: “Apabila haid datang maka tinggalkanlah
shalat dan bila ia telah pergi (selesai) maka mandilah dan shalat.” (HR.
Bukhori)
e. Nifas, yaitu darah yang keluar dari
rahim wanita setelah melahirkan bayi.
f. Wiladah/malahirkan.
Perempuan diwajibkan mandi setelah
melahirkan walaupun anak yang dilahirkannya itu belum sempurna.Misalnya masih
merupakan darah beku (‘alaqoh) atau segumpal daging (Mudghah). Dalam hal ini ia
diwajjibkan mandi karena yang lahir itu adalah air mani yang telah membeku.[7]
3. Syarat-Syarat
Mandi
a. Islam.
b. Tamyis, orang mumayyiz ialah orang
yang sudah dapat membedakan segala perbuatan manusia yang baik dan yang buruk.
c. Dengan menggunakan air yang mutlaq
(air yang suci dan mensucikan).
d. Tidak ada yang menghalangi sampainya
air pada anggota badan seperti: cat, getah, dan lain-lain.
e. Tidak dalam keadaan haidl atau
nifas.[8]
4. Rukun Mandi
a. Niat, maksudnya ialah sengaja
menghilangkan hadats besar/ mandi sunah yang lain. Niat tersebut harus dibaca
bersamaan dengan basuhan yang pertama. Seandainya orang itu niat sesudah
membasuh sebagian(anggota badan) maka wajib mengulang pembasuhan sebagian
anggota badan tersebut.
Niat
dianggap sah jika:
1) Berniat
untuk mengangkat hadast besar, hadast janabah, haid, nifas, atau hadast
lainnya, dari seluruh tubuhnya,
2) Berniat
untuk membolehkan shalat, thawaf atau pekerjaan lain yang hanya boleh dilakukan
dengan thoharoh atau,
3) Berniat
mandi wajib, berniat menunaikan mandi, berniat thaharoh untuk shalat.
b. Menghilangkan najis yang ada pada
badan.
c. Meratakan air keseluruh badan, mulai
dari rambut sampai jari-jari kaki.
Kewajiban membasahi
rambut pada waktu mandi didasarkan kepada hadits Nabi SAW:
إن
تحت كل شعرة جنابة فاغسلواالشعر وأنفقوا البشرة
Artinya: “Sesungguhnya
dibawah tiap-tiap rambut itu ada janabah, maka basahilah rambut dan
bersihkanlah kulit” (HR. Bukhori)
5. Sunnah-Sunnah Mandi
Untuk kesempurnaan pelaksanaan
mandi, maka disunnahkan pula mengerjakan hal-hal berikut:
a. Membaca
basmalah.
b. Membasuh
tangan sebelum memasukkanya ke bejana.
c. Berwudhu
dengan sempurna sebelum melakukan mandi.
d. Menggosok
seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya, sambil memastikan agar air
benar-benar mencapai semua bagian tubuhnya yang tersembunyi, seperti ketiak,
daun telinga, lipatan-lipatan pada perut, dan sebagainya.
e. Muwalah,
yakni membasuh suatu anggota sebelum kering anggota yang dibasuh sebelumnya.
f. Mendahulukan
menyiram bagian kanan dari tubuh, punggung dan perut.
g. Menyiram
dan menggosok badan sebanyak tiga kali.
h. Khusus
bagi perempuan, setelah selesai mandi haid atau nifas, disunnahkan memakai
kasturi atau wangian lainnya pada bekas darahnya, kecuali kalau ia sedang ihrom
atau berkabung. Kasturi itu ditaruh pada kapas kemudian dimasukkan ke mulut
kemaluannya.[9]
6. Macam-Macam
Mandi Sunnah
a. Mandi
hari jum’at
b. Mandi
hari raya Idul Fitri
c. Mandi
hari raya Idu\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\l Adha
d. Mandi
karena hendak mengerjakan shalat istisqo’ (minta hujan)
e. Mandi
karena adanya gerhana rembulan
f. Mandi
karena adanya gerhana matahari
g. Mandi
karena selesai memandikan mayit
h. Mandi
karena masuk islam
i.
Mandi karena
sembuh dari gila
j.
Mandi karena
sembuh dari ayan
k. Mandi
karena akan mengerjakan ihram, baik ihram haji atau umroh
l.
Mandi karena
hendak memasuki negeri Makkah
m. Mandi
karena hendak wukuf di Arafah
n. Mandi
karena bermalam di tanah Muzdalifah
o. Mandi
karena hendak melempar jumrah tiga
p. Mandi
karena hendak thowaf
q. Mandi-mandi
lain, misalnya mandi pada tiap-tiap malam bulan ramadhan.[10]
IV.
KESIMPULAN
1. Menurut
lughat, mandi disebut al ghasl atau al ghusl berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan didalam istilah syara’ ialah mengalirnya air ke seluruh
tubuh disertai dengan niat.
2. Sebab-sebab
wajib mandi ada 6, yaitu: Bersetubuh, keluar mani, meninggal dunia, haidl,
nifas dan wiladah.
3. Syarat
mandi ada 5, yaitu: Islam, Tamyiz, menggunakan air mutlaq, tidak ada sesuatu
yang menghalangi sampainya air ke anggota badan dan tidak sedang dalam keadaan
haidl atau nifas.
4. Rukun
mandi ada 3, yaitu: Niat, menghilangkan najis yang menempel di badan, meratakan
air ke seluruh tubuh.
5. Sunnah-sunnah
mandi diantaranya: membaca basmalah, berwudhu dahulu sebelum mandi,
mendahulukan anggota tubuh bagian kanan, dll.
6. Macam-macam
mandi sunnah diantaranya: mandi hari raya idul fitri dan idul adha, mandi pada
hari jum’at, dll.
V.
PENUTUP
Alhamdulillah pemakalah panjatkan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Fiqih I (Ibadah)
Pemakalah
menyadari bahwa sebagai manusia biasa pasti tidak luput dari segala kesalahan
dan kekeliruan.Maka apabila di dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan,
pemakalah mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan/perbaikan makalah ini.
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah susun, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Amin Yaa Robbal
‘alamiin..
DAFTAR
PUSTAKA
Nasution,
Lahmuddin. 1995. Fiqih I.:Logos
(Wacana Ilmu dan Pemikiran).
Abu
Amar, Imron. 1982. Terjemah Fat-hul
Qarib.Kudus: MENARA
Daradjat,
Zakiah. 1995. Ilmu Fiqih Jilid I.
Yogyakarta:PT. Dana Bhakti Wakaf.
Abyan,
Amir dan Zainal Muttaqin. 2004. Fiqih.Semarang:
CV. Thoha Putra.
[1]
Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos
(Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 29
[2]
Abu Amar, Imron. Terjemah Fat-hul Qarib.Menara.Kudus.
1982. Hlm. 29.
[3]
Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqih Jilid I.PT.
Dana Bhakti Wakaf.Yogyakarta. 1995. Hlm. 54
[4]Nasution,
Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu
dan Pemikiran). 1995. Hlm. 31
[5]Daradjat,
Zakiah. Ilmu Fiqih Jilid I.PT. Dana
Bhakti Wakaf.Yogyakarta. 1995. Hlm. 55
[6]
Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos
(Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 32
[8]Abyan,
Amir dan Zainal Muttaqin. Fiqih.CV.
Thoha Putra. Semarang. 2004. Hlm. 41
[9]
Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos
(Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 29-30
[10]Abu
Amar, Imron. Terjemah Fat-hul Qarib.Menara.Kudus.
1982. Hlm. 37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar